3 Cara Menjadikan Perusahaan Agile dengan Data Reporting and Analytics

Cara menjadaikan perusahaan agile dengan data reporting and analytics

Ekipa.coData reporting and analytics menjadi konsep yang tak terpisahkan dalam proses bisnis sebuah perusahaan. Adanya data membantu perusahaan mengamati apa yang terjadi pada bisnisnya di masa lalu dan bahkan membuat prediksi di masa depan dengan data.

Seiring berjalannya waktu muncullah konsep agile pada perusahaan dalam 20 tahun terakhir ini. Konsep agile bisa diterapkan dalam berbagai aspek di perusahaan termasuk dalam data reporting and analytics.

Munculnya konsep agile, menjadikan keberadaan data menjadi sangat penting dalam perusahaan.

Photo by The Economist

Sobat agile, apa yang bisa kamu lihat dalam gambar di atas? Sebuah gambaran analogi yang menarik bukan?

Gambar itu ditampilkan dalam artikel yang dimuat oleh The Economist pada bulan Mei 2017. Tahukah sobat agile, ada pernyataan yang menarik bahwa,

The world’s most valuable resources is no longer oil, but data.

The Economist, May 2017

Sobat agile tentu tahu, dulu sebelum perusahaan teknologi tumbuh pesat dan menjamur seperti sekarang ini, maka perusahaan yang dinilai paling punya nilai adalah perusahaan minyak.

Namun, sekarang minyak tak lagi menjadi sumber daya yang paling berharga. Lantas apa? Justru sekarang ini data yang menjadi sumber daya yang paling berharga.

Pernyataan dari The Economist itu muncul karena setelah diukur ternyata valuasi antara perusahaan minyak dan perusahaan teknologi besar seperti Google, Facebook, Microsoft, Uber, Tesla, dan Amazon ternyata nilai valuasinya lebih besar perusahaan teknologi dibandingkan perusahaan minyak.

Di perusahaan teknologi, data memang sangat berharga karena bisa membantu perusahaan untuk membuat produk yang dibutuhkan oleh customer.

Nah, artikel kali ini akan membahas bagaimana cara data reporting and analytics membantu perusahaan menjadi lebih agile dan bergerak dua kali lebih cepat.

Baca Juga: Agile Software Development untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan

Cerita Tentang Intel dan Apple

Tarush Aggarwal, CEO 5x Data mengawali pembahasan tentang being agile with data reporting and analytics pada acara Agile Meetup yang diadakan oleh Ekipa, Agile Circle Indonesia, dan The Corporate Startup tanggal 25 Maret 2021 lalu dengan cerita antara Intel dan Apple.

Siapa, sih, yang tidak kenal dengan perusahaan teknologi raksasa, Intel dan Apple ini? Perusahaan ini telah memberikan banyak kemudahan bagi kita yang aktivitas sehari-harinya ada di depan laptop.

Ceritanya bermula ketika beberapa bulan lalu Apple mengumumkan bahwa mereka akan merilis chip buatan mereka sendiri bernama chip M1 pada perangkat Macbook mereka.

Selama ini chip buatan Apple hanya mentenagai iPad dan iPhone saja, sementara Macbook masih menggunakan chip dari Intel.

Apple mengklaim bahwa chip M1 ini adalah chip yang paling powerful, lebih keren, grafisnya lebih baik, machine learning yang lebih baik, dan yang terpenting ketahanan baterai sampai dengan 24 jam. Wow!

Nah, tak lama dari klaim yang dilakukan oleh Apple, Intel pun tak mau kalah. Mereka juga membuat publikasi yang mengklaim prosessor Intel lebih unggul dibandingkan chip M1.

Klaim yang dilakukan oleh Intel ini ditunjukkan dengan data hasil komparasi performance antara Macbook Air M1 dengan dua laptop bertenaga prosesor i7 dengan RAM berbeda yakni 8GB dan 16 GB.

Apa hasilnya?

Intel mengklaim bahwa performa gaming lebih mumpuni dan bisa menjalankan game yang tidak bisa dijalankan di Macbook Air M1.

Daya tahan baterai dari prosessor Intel pun tak kalah dengan Macbook Air M1. Dalam pengujian produktivitas Intel mengklaim dirinya lebih unggul.

Namun, sayangnya klaim yang dilakukan oleh Intel ini masih dinilai kurang akurat dan lebih terkesan mencurigakan. Karena metrik pengukuran yang digunakan adalah metrik yang biasa digunakan dalam internal perusahaannya.

Dari cerita Intel dan Apple di atas apa yang bisa kamu ambil pelajarannya, sobat Agile?

Klaim Intel yang menunjukkan data-data hasil komparasi ternyata mampu membuat cerita menjadi lebih meyakinkan.

Sehingga satu pelajaran penting yang bisa diambil adalah dengan adanya data kita bisa menerangkan sebuah cerita atau projek menjadi lebih menarik dan meyakinkan.

Setujukah kamu dengan pendapat ini?

Baca Juga: 2 Tips Penting Membangun Organisasi Agile

Penyebab Perusahaan Tidak Merasakan Dampak Signifikan dari Pemanfaatan Data

Photo by Luke Chesser on Unsplash

Pentingnya data menjadikan banyak perusahaan berinvestasi pada data. Namun, sebenarnya bagaimana fakta yang terjadi ketika perusahaan berinvestasi pada data?

Sobat agile, tahukah kamu sebanyak 90% perusahaan tidak merasakan dampak yang signifikan dari pemanfaatan data. Loh, mengapa hal tersebut bisa tejadi?

Ternyata ada beberapa penyebabnya. Mari kita membahas secara singkat penyebabnya.

Mayoritas perusahaan yang tidak bisa merasakan dampak signifikan pemanfaatan data disebabkan bukan karena orang yang direkrut itu tidak pintar. Namun, karena 80% waktunya digunakan untuk melakukan kegiatan seperti maintenance, reporting, dan backlog.

 Berapa banyak orang di company yang memprioritaskan pekerjaan berdasarkan permintaan CEO atau orang yang punya suara paling berpengaruh di perusahaan.

Delapan puluh persen waktu yang digunakan oleh tim data bukannya dihabiskan untuk fokus pada ke mana bisnis akan dibawa justru lebih fokus kepada apa yang telah bisnis lakukan. Misalkan memberikan laporan ke CEO, memberikan angka-angka pada investor.

Tim data menjadi terlalu sibuk dengan data-data yang ada di masa lalu. Seperti bagaimana data dari marketing campaign kemarin?

Justru sebaiknya tim tidak hanya terpaku pada data-data masa lalu, tapi juga melihat apa yang sedang terjadi di market dan seberapa kompetitifkah ide yang perusahaan miliki dibandingkan dengan kompetisi yang ada.

Masalah lain yang terjadi adalah rata-rata perusahaan ketika merekrut data team akan meminta mereka untuk membuat rekomendasi dan analitik, melakukan A/B testing. Hal ini layaknya membuat sky scrapper tanpa adanya fondasi yang kokoh. 

Data foundations menjadi value dari sebuah perusahaan. Namun, apa jadinya jika data foundation ini tidak ada? Dan yang dimaksud dengan data foundation adalah dapatkah kamu menjawab pertanyaan dengan self-service?

Jadi, sebelum masuk ke bagian insights, analytics & metrics maka perlu dibangun dulu data foundation-nya.

Baca Juga: Berencana Start Agile? Kamu Wajib Baca 2 Buku Agile Ini!

Solusi Membuat Perusahaan Merasakan Dampak Pemanfaatan Data

Photo by Firmbee.com on Unsplash

Apa yang dilakukan oleh Intel yakni membuktikan bahwa prosesornya lebih unggul dibanding chip M1 dengan menggunakan data memang wajar adanya.

Kita memang perlu bekerja dengan data. Dengan adanya data kita bisa meyakinkan dan menunjukkan kepada atasan bahwa projek yang akan kita kerjakan masuk akal dan bisa dilaksanakan.

Namun, hal yang perlu digarisbawahi adalah apabila kita menggunakan data hanya untuk membuktikan sesuatu, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk belajar.

Lantas bagaimana? Kita perlu memanfaatkan data untuk belajar dan menemukan hal yang baru.

Sebelum kita menggunakan data untuk membuktikan sebuah hal, maka cobalah tanyakan pada diri kita, “Apakah yang bisa kita pelajari dari data ini dan apakah data ini bisa digunakan untuk mempelajari sesuatu?”

Sebanyak 90% perusahaan tidak bisa merasakan dampak signifikan pemanfaatan data, dikarenakan masih melakukan data reporting and analytics secara Adhoc.

Apa maksudnya? Maksud dari Adhoc ini adalah ketika perusahaan akan melakukan data reporting, maka yang dicari adalah tim data. Nanti ketika ada masalah atau pertanyaan maka tim data pula yang akan diminta untuk menjawab.

Agar perusahaan bisa bergerak lebih cepat dan agile, maka perlu adanya perubahan dalam hal data reporting and analytics.

Bagaimana caranya?

Caranya adalah dengan mengubah sistem pelaporan data secara Adhoc menjadi self-service.

Apa alasannya? Ternyata sebanyak 80% perusahaan yang menerapkan cara self-service ini akan membantu perusahaan bergerak dua kali lebih cepat.

Misalkan saja seorang intern di perusahaan bisa menjawab tentang marketing strategy, kampanye marketing apa yang paling berdampak saat musim semi tahun lalu, aplikasi apa saja yang digunakan saat kampanye marketing. Fitur apa yang tidak digunakan?

Jika setiap orang di perusahaan dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan cara self-service maka perusahaan akan lebih cepat dalam melakukan eksekusi. 

Fail Fast

Familiarkah kamu dengan pernyataan fail fast?

Konsep dari fail fast adalah ketika kita punya ide dan hipotesis, kemudian menguji hipotesis tersebut dan  bisa melakukan iterasi.

Ketika kita bisa cepat mendapatkan feedback maka kita bisa terus mencoba hipotesis yang dibuat dan kamu bisa terus merasakan kegagalan hingga akhirnya bisa sukses dengan hipotesa yang telah dibuat.

Ketika kamu punya hipotesis dan ingin melihat bagaimana hipotesis bekerja, tapi kamu bergantung dengan orang lain untuk melihat apakah hipotesisnya bekerja atau tidak, maka hal ini akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Masuk akal jika kita bisa menjawab pertanyaan kita sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain. Dengan seperti itu kita bisa bergerak dan beriterasi lebih cepat. 

Sehingga hasil riset yang menyatakan 80% perusahaan yang menerapkan self-service bisa bergerak dua kali lebih cepat itu benar adanya.

Baca Juga: Program Agile Coaching Terbaik Indonesia

Bagaimana Data Reporting and Analytics Membantu Perusahaan Menjadi Lebih Agile?

Photo by Austin Distel on Unsplash

Agar perusahaan dapat merasakan dari pemanfaatan data maka perlu dibangun sistem yang menjawab 80% pertanyaan dengan cara self-service.

Jika kita melihat bagaimana perusahaan teknologi membangun aplikasi atau website, maka sistem aplikasi dan website ini terbangun dari transaksi database.

Sehingga kita punya konsep transactional data stores untuk aplikasi kita. Nah, hal yang perlu diingat adalah data stores perlu konsisten. 

Sama seperti analogi mengambil uang di bank. Ketika kita mengambil uang di bank maka otomatis sistem database akan secara penuh ter-update.

Setiap kali uang diambil dan transaksi berakhir maka data butuh untuk tetap konsisten. Inilah yang disebut dengan transactional systems, yakni tentang bagaimana aplikasi kita benar-benar didesain.

Jika kita ingin mendapatkan 80% waktu dihabiskan untuk menjawab pertanyaan secara self-service maka ubahlah transactional system menjadi analytical system (OLAP).

OLAP ini cocok untuk jumlah data set yang besar, kita bisa melakukan berbagai menu seperti grouping, aggregating, dan joining dataset dan lain sebagainya.

Berikut ini tiga cara yang bisa dilakukan agar data reporting and analytics bisa membantu perusahaan menjadi lebih agile.

  1. Pindahkan Data Secara Sentral


    Apa yang dilakukan?
    Hal yang dilakukan adalahmengambil data dari sistem dan me-leverage dengan tool yang bisa memindahkan data ke data warehouse.

    Data warehouse adalah pusat sumber data yang dibangun di dalam OLAP system dan bagus untuk jumlah data yang banyak. Data warehouse lebih efektif dibandingkan kita memasukkan secara manual data dari facebook, Microsoft Excel, laporan penjualan dan sebagainya.

  2. Membuat Pemodelan Data


    Katakan kita sudah punya raw data atau data mentah seperti data yang didesain untuk aplikasi, Facebook ads, data CRM. Itu bagus, tapi itu tidak didesain untuk menjawab pertanyaan bisnis.
    Seperti kita ingin tahu berapa user yang sign up di aplikasi.

    Sehingga langkah selanjutnya adalah bagaimana tipe pertanyaan yang akan kita jawab? Apa yang marketing, sales, HR, dan posisi lainnya ingin ketahui? Tulis semua pertanyaan yang muncul di benak. Sehingga kita bisa membuat desain dari model data yang bisa menjawab pertanyaan bisnis.

    Barulah setelah kita menuliskan pertanyaan yang ingin kita jawab dengan pemodelan data, maka langkah selanjutnya adalah mentransformasikan data dari raw data menjadi business data layer.

  3. Mengimplementasikan BI Layer


    Langkah ketiga ini memungkinkan untuk bisnis bisa menjawab 80% pertanyaan yang ingin diketahui.

    Misalkan divisi sales punya areanya masing-masing untuk menjawab pertanyaan, divisi marketing juga punya area lain untuk menjawab optimasi pertanyaan tentang marketing.

    Hal yang sama juga berlaku untuk product team, engineering, financial, dan lainnya. Semuanya memperoleh tools untuk self-service sehingga user tidak langsung terjun secara teknis. 

    BI layer ini memungkinkan menjawab pertanyaan the end user yang rumit dengan cara yang lebih mudah. 

Baca Juga: Agile Maturity Assessment Tool, Know your Maturity Level for Free

Kesimpulan

Ketika perusahaan sudah memiliki cara bekerja self-service maka tujuan agile bisa terlaksana. Apa tujuan dari agile? Tujuannya adalah untuk bergerak lebih cepat menuju tujuan dan dengan cara yang mudah. 

Ketika tim marketing ada pertanyaan maka data team tidak akan menjawab untuk satu orang ini, tapi mereka akan menjawab bagaimana cara menambahkan pertanyaan ini ke self-service business data layer. Sehingga tim lainnya bisa mendapatkan value dari pertanyaan tersebut. 

Itulah yang perlu dilakukan agar data reporting and analytics bisa membantu perusahaan menjadi lebih agile dan bergerak dua kali lebih cepat.

Kalau kamu masih bingung terkait penerapan agile, kamu bisa gabung di komunitas Ekipa+ yang baru saja dirilis oleh Ekipa. Dalam komunitas ini ada acara mingguan salah satunya adalah open call agile coach you never had. Kamu bisa bebas bertanya tentang agile pada agile coach dan akan dijawab secara live lewat Discord Channel.

We are moving website domains soon and look forward to sharing a brand new experience with you are Ekipa.co

We are moving our website domain soon and look forward to share a brand new experience with you at ekipa.co

  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
Need help? Talk to us
Exit mobile version