fbpx

Tantangan dalam Mengelola Tim Ketika Startup Scale Up

Sebagian besar startup memiliki ambisi untuk scaling up bisnis mereka guna meningkatkan profit eksponensialnya. Ketika startup memutuskan untuk scaling up maka akan ada banyak tantangan yang muncul. Salah satunya adalah tantangan dalam mengelola tim.

Tantangan utama dalam mengelola tim ketika startup mulai scaling up adalah bagaimana tetap mempertahankan budaya startup ketika jumlah anggota tim semakin membesar dan gemuk. Karena transformasi perusahaan dari start up menjadi scale up tentunya akan menghasilkan tekanan yang cukup besar bagi para anggota tim namun hal ini kerap kali diabaikan oleh banyak orang.

Rizki Yogaswara, People Tech and Capability/Agile Buddy at D’Katalis, dalam Free Meet Up Online Agile Circles Indonesia (17/03/22) menjelaskan bahwa perusahaan yang sedang scale up biasanya memiliki dua pola, yaitu painfull dan healthy patterns. Artikel ini akan membahas mengenai kedua pola tersebut dan sejumlah rekomendasi bagi perusahaan start up yang akan scaling up.

Baca Juga: Scale Up: Strategi Startup Raih Peningkatan Profit Eksponensial

Apa yang dirasakan tim ketika scale up?

Ketika perusahaan masih berada dalam fase start up, tim biasanya hanya terdiri dari beberapa orang yang bekerja secara cross-functional. Sehingga masing-masing anggota tim akan saling mengenal dan memiliki komunikasi yang cukup intens.

Namun, pada saat scale up, perusahaan akan merekrut lebih banyak orang, sehingga para anggota tim harus kembali beradaptasi dengan lingkungan kerja dan sistem manajemen baru. Berikut adalah beberapa hal yang dirasakan anggota tim ketika perusahaan sedang scale up:

  1. Bertemu dan bekerja dengan orang-orang baru yang tidak dikenali sebelumnya. Anggota tim yang semula bekerja dalam kelompok kecil juga harus beradaptasi dengan tim yang lebih besar;
  2. HR kerap meminta anggota tim menjadi panel interviewer untuk merekut karyawan baru yang akan bekerja dengan mereka;
  3. Tim business/marketing memiliki banyak permintaan yang harus dipenuhi untuk kepentingan bisnis;
  4. Beberapa cross-functional teams baru bermunculan karena ada product/services yang akan di-launch. Cross-functional team yang semula hanya terdiri dari 2-3 orang menjadi lebih banyak, chanel komunikasi, seperti Slack pun bertambah;
  5. Beberapa isu yang semula bisa ditangani menjadi lebih banyak dan kompleks sehingga butuh waktu untuk penanganannya.

Dua Pola Ketika Startup Scale Up, Manakah Pola yang Startup Anda Alami?

Berdasarkan pengalamannya, Yogas menjelaskan bahwa anggota tim akan merasakan painful ketika perusahaan scale up meluncurkan produk baru dengan inisiatif digital. Hanya saja, tingkat painfull tersebut akan berbeda-beda pada setiap perusahaan atau startup yang sedang scale up.

Ada dua pola yang dialami oleh startup yang sedang scale up yakni painful pattern dan health pattern. Berikut adalah ciri-ciri khas dari masing-masing kedua pola tersebut. Simak dan baik-baik, kira-kira startup Anda ada di pola yang mana?

Pihak Manajemen

Painful PatternHealthy Pattern
Everything is priority
Pihak manajemen kerap memaksa tim untuk mengerjakan banyak proyek dalam satu waktu karena semua pekerjaan dianggap sebagai prioritas.
Management open to learn new practice
Proses scale up akan terasa lebih baik apabila pihak manajemen lebih terbuka dengan hal-hal baru, seperti bertanya dengan pihak konsultan.

Namun hal ini akan menjadi tricky jika terjadi depencency dengan pihak konsultan. Perlu diketahui bahwa value dari konsultan adalah membantu klien untuk mengubah “I don’t know what I don’t know” menjadi “I know what I don’t know” atau lebih baik menjadi “I know what I know”.

We need this yesterday
Pada saat scale up, pihak manajemen harus bekerja ekstra dalam memenuhi ekspektasi dan kebutuhan para konsumen/klien. Sehingga mereka akan menuntut hasil dari para anggota tim.
Ciri khas masing-masing pola dari sisi manajemen

Baca Juga: 5 Tahap Pertumbuhan Scale Up

Pihak Development Team

Painful PatternHealthy Pattern
Dependent on 1 or 2 senior/tech lead for solutioning and problem solving
Senior engineer akan berperan sebagai aktor utama dalam pemberian solusi dan pemecahaan masalah karena proses ini lebih cepat daripada harus memberi arahan kepada para anggota tim.
 
Merge to master is a daily activity
Semua anggota tim secara aktif berdiskusi dan berkomunikasi mengenai progress maupun kendala yang dihadapi dalam pengembangan produk.
No “real” end to end monitoring
Ketika dihadapkan dengan issue atau bug baru, tim akan melakukan proses tracing secara manual yang memakan waktu dan energi. Sehingga proses end to end monitoring ini menjadi sering diabaikan.

The team doesn’t talk to business and/user
Tim tidak pernah berdiskusi langsung denga custumer bahkan mereka sering tidak mengetahui siapa customer nya. Bagaimana mereka bisa mengetahui kebutuhan/keluhan konsumen?
Team knows about issues earlier than customer/call center
Angota tim memiliki inisiatif untuk mengecek, memperbaiki dan mengevaluasi berbagai isu pada produk sebelum adanya keluhan dari custumer center. Hal ini menunjukkan bahwa team telah invest end to end monitoring and automation
In meetings only 1 or 2 people taking
Pada saat meeting, biasanya hanya terdapat satu atau dua orang saja yang aktif dalam diskusi. Sementara itu, dalam pengembangan digital product akan ditemui banyak uncertainty yang membutuhkan pemecahan masalah kolektif dari cross functional team.
Team members are comfortable asking questions even juniors are speaking out in team meetings
Semua anggota tim terlibat aktif dalam diskusi. Bahkan anggota tim yang masih junior berani untuk bertanya dan menyampaikan pendapat dalam diskusi.
The team is busy. No time to help others”
Ketika pihak manajemen menganggap semua hal merupakan prioritas maka tim akan menjadi sangat sibuk dan tidak memiliki cukup waktu untuk membantu orang lain
Devs, QAs, POs discussing while mobbing (mob programming) together
Semua anggota tim pada cross-functional team saling berdiskusi mengenai produk yang sedang/akan dikembangkan, tidak hanya programmer saja.
“UAC” of the story is not complete from the product, so we won’t be taking the point
Tim tidak dapat mengerjakan produk apabila user acceptance criteria yang dibuat oleh PO tidak dijelaskan secara jelas dan detail dalam story produk.
Code review gratisan
Penambahan jumlah service saat scale up sering menimbulkan tendency dimana software engineer harus mengerjakan coding sendiri. Hasil coding tersebut biasanya akan diserahkan kepada senior/ engineer lead untuk di review. Biasanya review dari senior/engineer lead hanya akan sebatas checklist karena mereka juga memiliki pekerjaan dan deadline yang harus diselesaikan.
Ciri Khas dari sisi Development Team

Pihak Product Owner

Painful PatternHealthy Pattern
I need to finish all details in a story before the team can work on this”
PO harus menulis story secara detail agar tim dapat bekerja sehingga menyebaban adanya dependency kepada PO.
Available for the team
Product owner tidak harus drive the team. PO cukup menjelaskan bahwa sesuatu itu penting dan dibutuhkan, seperti “Jika tim dapat memenuhinya X maka kita bisa menghasilkan sebesar Y”. Anggota tim kemudian akan mengkesplorasi produk dan berdiskusi dengan PO.
Acting as middleman
PO sering menjadi middleman dan melakukan micromanage terhadap team development untuk mengetahui progress produk karena adanya tuntutan klien.
The product person works with the team to clarify the why and what of a backlog item
PO harus datang dengan visi dan prioritas yang jelas. Selebihnya. tim akan melakukan riset mengenai standar, prosedur dan hal lainnya yang berkaitan dengan eksekusi produk.
Always busy
Tim product sangat sibuk karena memiliki banyak stakeholders sehingga development team mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka.
Product provides transparent backlog with important dates and milestone
PO secara transparan memberi dan mendiskusikan backlog, deadline dan milestone yang jelas kepada dengan anggota tim.
The product needs to know the progress of the sprint through task status and push the deadline to the team.
Karena adanya tuntutan dari klien, tim produk harus mengetahui semua progress pengembangan produk dan menjadi agresif untuk menekan tim dengan deadline.
Product person constantly reminds and converses with teams about business/customer values.
Produk yang baik dapat dihasilkan karena adanya clarity yang jelas dan detail dari PO mengenai, visi, values maupun prioritas produk. Sementara hal teknis dan prosedur lainnya dapat dipercayakan kepada tim.
Ciri Khas kedua pola dari sisi product owner

Dari ciri khas di atas, pola mana yang sedang tim startup kalian hadapi. Jika health pattern yang dirasakan maka startup Anda akan lebih nyaman untuk scale up.

Lantas bagaimana jika tim Anda merasakan painful pattern? Tenang, ada rekomendasi yang bisa Anda terapkan untuk membuat tim bisa lebih nyaman.

Baca Juga: 3 Elemen Penting dalam Scale Up Bisnis Startup

Bagaimana Cara Mengelola Tim yang Sedang Merasakan Painful Pattern?

Jika tim Anda merasakan painful pattern, itu artinya ada PR untuk Anda dalam mengelola tim agar mereka bisa lebih nyaman lagi. Berikut ini rekomendasi yang Yogas berikan untuk mengurangi painful pattern pada tim.

1. Rekomendasi untuk Pihak Manajemen

Berikut rekomendasi yang bisa dilakukan oleh pihak manajemen:

  1. Cobalah untuk mencari bantuan dan dukungan darir pihak eksternal seperti scaling up coach atau consultant.
  2. Cobalah untuk merasakan rasanya jadi anggota tim sehari saja.
  3. Dengarkan cerita dari para anggota tim tentang apa yang mereka rasakan.

2. Rekomendasi untuk Pihak Development Team

Apa rekomendasi untuk pihak development team? Inilah rekomendasi yang bisa dilakukan:

  1. Meminta bantuan dari pihak eksternal seperti agile coach atau consultant.
  2. Rekrut lebih banyak Staff Engineer dibandingkan Technical Manager.
  3. Cobalah Trunk-Based Dev, ATDD, TDD, Pair Programming, Unit Testing.
  4. Tim senior diharapkan untuk mengajukan pertanyaan dibandingkan hanya mendelegasikan tugas saja.
  5. Tim senior memasangkan coding dengan para anggota.
  6. Cobalah brainstorming yang lebih menonjolkan kesan visual.

3. Rekomendasi untuk Pihak Product Owner

Berikut ini adalah rekomendasi untuk pihak product owner:

  1. Usahakan setiap product owner hanya bertanggungjawab pada 1 User-centered area.
  2. Product Owner hanya menuliskan initial stories dan langkah selanjutnya akan diteruskan oleh tim.

4. Rekomendasi untuk Pihak HR

Tak hanya rekomendasi untuk pihak manajemen, development team, dan product owner saja, Yogas juga merekomendasikan beberapa hal untuk tim HR dalam proses rekrutmen.

  1. Pikirkan lagi alur proses rekrutmen
  2. Melakukan retro berkala dengan HR dan pihak rekrutmen untuk berdiskusi terkait masalah yang sedang dihadapi.
  3. Perwakilan tim bekerja sama dengan HR melakukan wawancara pemasangan kode panel.
  4. Keputusan perekrutan dibuat oleh perwakilan tim.

Saatnya menentukan pattern Scale Up perusahaan kalian!

Apakah Anda merasa bahwa saat ini perusahaan/startup Anda sudah waktunya untuk melakukan scale up? Atau, apakah saat ini perusahaan Anda sedang dalam fase scale up?

Program Scale Up Venture Grower Ekipa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk membantu proses scale up perusahaan Anda! Kami menawarkan sesi konsultasi GRATIS selama 2 jam dengan Agile Coach Ekipa untuk membantu Anda dalam menyusun Scale Up Roadmap Planning Strategy perusahaan Anda.

Ekipa Academy Agile Bootcamp

We are moving website domains soon and look forward to sharing a brand new experience with you are Ekipa.co

We are moving our website domain soon and look forward to share a brand new experience with you at ekipa.co

  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
Need help? Talk to us