fbpx

Bagaimana Cara Bisnis Bertahan di Era Ancaman Krisis?

Akhir-akhir ini bisnis terus mengalami ancaman. Mulai yang sudah berlalu yakni ancaman COVID-19, kemudian ada ancaman ChatGPT atau AI, dan ancaman krisis ekonomi yang diprediksikan terjadi tahun 2023. Lalu, apa yang bisa bisnis lakukan saat menghadapi krisis? 

Sebenarnya perubahan ini sudah biasa terjadi. Beberapa tahun silam setiap orang merasakan perubahan yang begitu cepat, entah itu perubahan dalam hidup, bisnis, ekonomi, teknologi hingga dalam kehidupan personal kita. 

Istilah resiliensi bisnis, kelincahan bisnis (business agility), dan bagaimana cara bisnis bertahan dan berkembang pusat pun sudah lama menjadi pembicaraan oleh para pemimpin. Sehingga ketika tahun ini topik terkait resiliensi bisnis dibicarakan kembali maka sebenarnya itu adalah topik yang bukan baru sama sekali.

Lantas apa perbedaannya? Bedanya adalah topik resiliensi bisnis dan business agility muncul kembali karena perubahan yang begitu cepat dan tak terprediksikan. Dan apa yang sebaiknya leader lakukan?

Bagi saya, istilah business agility punya arti sederhana. Seperti perumpamaan sungai yang mengalir, kita bergerak mengikuti pergerakan air. Ketika nanti muncul sebuah batu maka yang dilakukan oleh air yang mengalir adalah melewati batu itu atau mengitari batu itu. Bukan dengan mencoba memindahkan atau mengubah batu tersebut.

Dalam penerapannya pun cukup mudah. Semakin besar organisasi maka semakin banyak juga orang yang bekerja didalamnya. Maka ini menjadi tugas besar bagi seorang pemimpin untuk memberikan arah yang jelas bagi mereka yang bekerja dalam organisasi tersebut. 

Untuk menjadi layaknya sungai, seorang pemimpin perlu menunjukkan perilaku apa yang diharapkan. Itulah yang disebut dengan agilist atau agile mindset. Contoh sederhananya adalah dengan menjadi transparan, mempunyai jiwa entrepreneurship, dan kolaborasi. Hal-hal yang belum terlalu jelas perlu didefinisikan dan diulangi setiap saat. 

Dalam menghadapi krisis, hal yang terpenting adalah perubahan perilaku. Namun, tak terbatas pada hal itu saja, kita juga perlu untuk mengubah struktur dan proses. Hal yang selama ini terjadi pada banyak perusahaan adalah masih silo fungsional, tugas dan tanggung jawab yang statis. 

Dalam krisis kita perlu memberikan kebebasan bagi orang untuk bekerja pada hal yang paling memberikan dampak bagi organisasi. Memberi kebebasan ini berarti memberikan kebebasan bagi mereka dalam organisasi untuk mengatur diri mereka sendiri, melakukan pekerjaan yang memberi dampak, dan menentukan hasil yang akan dicapai. 

Ketika sebuah tim sudah mampu mengatur dirinya sendiri atau self organize maka akan lebih mudah untuk mengubah cara kerja lama menuju cara kerja baru. Scrum, bisa menjadi langkah awal yang bagus untuk tim bisa bekerja dengan lebih gesit. Dengan tim yang lebih matang, kita akan memberi mereka ruang untuk memikirkan proses mereka sendiri (selama hasilnya tercipta, dan kami merasa nyaman sebagai pemimpin). 

Komponen untuk Menyusun Resiliensi Bisnis

Bagi saya dalam membangun resiliensi bisnis diperlukan seorang pemimpin yang yang berani. Selain itu ada dua komponen yang menurut saya penting agar bisnis bisa bertahan dan beradaptasi dengan baik dalam situasi apapun. 

Pertama, tetap menjalankan bisnis yang ada sekarang. Kedua, menciptakan mesin inovasi baru. Inti bisnis yang saat ini masih perlu untuk dijalankan. Orang-orang dalam bisnis sudah melakukan dan mengorganisir bisnis dalam waktu beberapa dekade. Tetaplah untuk melayani customer yang sekarang. Nah, hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara melayani customer dengan cara yang lebih agile. 

Bekerja dengan cara yang lebih agile memiliki keuntungan yakni membuat tim yang dapat menyesuaikan kapan siklus hidup suatu produk atau layanan telah kadaluarsa dan kapan perlu berubah. Tim akan menyesuaikan, mengubah, mengoptimalkan sehingga bisnis inti tetap bisa berjalan. 

Untuk menciptakan masa depan, kita membutuhkan mesin inovasi.  Membuat mesin inovasi baru berarti membuat tim yang gesit menggunakan cara berpikir baru mereka dan bekerja untuk mengeksplorasi hal-hal baru. 

Inovasi yang dilakukan bisa berupa varian layanan lama, atau produk yang sudah ada untuk pasar baru. Atau juga bisa menjadi hal yang benar-benar baru (bagaimana menggunakan AI untuk melakukan underwriting; bagaimana membantu dokter membuat keputusan menggunakan AI sebagai contoh yang ekstrem). 

Untuk ini, Anda membutuhkan orang-orang yang punya cara berpikir wirausaha. Anda membutuhkan kolaborasi dengan startup. Anda membutuhkan insentif bagi orang-orang untuk menelusuri hal besar berikutnya dan memberi mereka dukungan untuk mengeksekusinya.

Untuk menciptakan ketahanan bisnis  ini, kita membutuhkan pemimpin yang berani. Mesin penggerak ketahanan pertama adalah menggunakan ketangkasan (agility) untuk mengoptimalkan bisnis adalah titik awal yang logis. 

Yang kedua adalah langkah yang lebih berani dan pada akhirnya akan membuat perbedaan. Satu tantangan besar yang saya lihat dalam pekerjaan saya sehari-hari dengan perusahaan dan startup di Indonesia adalah: setiap orang saling meniru. Satu bank membuat aplikasi perbankan digital maka semua orang mulai melakukan hal yang sama. Startup sukses membangun superapps maka semua perusahaan besar membangun superapps. Startup fokus untuk menciptakan pasar petani-ke-konsumen, tiba-tiba ada 20 diantaranya dalam waktu satu tahun. Itu adalah permainan mengejar ketinggalan, bukan inovasi. 

Jika kita ingin menciptakan masa depan yang unik, kita perlu melihat ke luar, bisa melihat inovasi negara lain. Kita perlu menyiapkan tim yang mencari hal-hal baru, yang memindai jurnal, internet, globe, untuk melihat apa yang terjadi. 

Dan kami perlu membuat mesin eksekusi untuk membangun usaha atau tim internal yang menghadirkan layanan baru ini ke pasar (dengan cepat). Itu bagian yang tidak terlalu sederhana dalam menciptakan ketahanan atau resiliensi bisnis. 

Lantas pertanyaan lain yang akan muncul adalah bagaimana memulai sebuah pergerakan/perubahan baru atau transformasi ini? Dan jawaban sederhana saya adalah carilah orang yang memiliki mindset dan semangat wirausaha. 

Pekerjakan orang-orang dengan pola pikir pendiri (founder), siap untuk melakukan sesuatu secara berbeda, bertanya ‘mengapa demikian?’, melanggar beberapa peraturan di sepanjang jalan, membuat banyak hal terjadi nyata. 

Bila orang-orang dalam organisasi Anda belum memiliki agile mindset, Anda bisa mendaftarkan mereka pada program yang baru saja Ekipa Academy luncurkan ke publik. Sebuah program pendalaman agile secara intensif dan dipandu langsung oleh para expert agile dibidang masing-masing. 

Diterjemahkan oleh Nabila Ghaida Zia

We are moving website domains soon and look forward to sharing a brand new experience with you are Ekipa.co

We are moving our website domain soon and look forward to share a brand new experience with you at ekipa.co

  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
  • 00Days
  • 00Hours
  • 00Minutes
  • 00Second
Need help? Talk to us